Bagaimana perusahaan minyak sawit berjuang melawan budaya penebangan dan pembakaran | Smartpluspro

Bagaimana perusahaan minyak sawit berjuang melawan budaya penebangan dan pembakaran

Kerusakan akibat pembakaran yang terjadi pada tahun 2015 di Kalimantan Barat, Indonesia meninggalkan pemandangan dan pengalaman pahit. Dari sekian banyak pohon hijau yang sudah berdiri sekian puluh tahun, hancur begitu saja akibat kebakaran yang terjadi tanpa bisa diprediksi.

Bencana kebakaran yang melahap sekitar 2000 hektar lahan gambut konservatif PT Agro Lestari Mandiri (PT AMNL), perusahaan minyak sawit milik Golden Agri Resources (GAR), menjadikannya  polusi udara terburuk yang pernah ada di Asia Tenggara.

Fenomena cuaca El Nino terjadi selama tiga bulan lamanya, membuat suhu udara meningkat drastic. Hal ini menyebabkan tanah gambut yang tersebar luas menjadi sangat rentan dan mudah terbakar.

Menurut pemerintah Indonesia, kebakaran tersebut memakan kerugian ekonomi  hingga US$ 16 Milyar. Nominal kerugian ini hampir sama dengan kontribusi perusahaan minyak kepada pendapatan per kapita Indonesia di tahun 2016 (US$ 17 Milyar).

Para petanik kecil menjadi yang pertama disalahkan atas kejadian kebakaran ini, meskipun beberapa dari mereka memang sengaja membakar lahan yang nantinya akan diberikan kepada perusahaan minyak sawit yang besar. Kegiatan transaksi ‘pembakaran lahan’ ini sering disebut dengan istilah ‘terima abu’.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh NUS Business School Singapore, pembakaran lahan gambut yang menyebabkan polusi udara memiliki keterkaitan terhadap meningkatnya harga saham perusahaan kelapa sawit. Beberapa investor melihat kebakaran lahan merupakan indikasi dari sehat dan berkembangnya sektor usaha minyak sawit

Pembakaran merupakan salah satu cara tercepat dan termudah untuk membersihkan lahan, dan cara tradisional ini sudah dilakukan turun-menurun di Kalimantan dan Sumatera. Membersihkan lahan dengan pembakaran memakan biaya kurang lebih US$ 5 per hektar, sedangkan jika menggunakan mesin dan bahan kimia bisa memakan biaya 40 kali dari pembakaran.

Sang Api pun Menghilang

Di tahun 2016, GAR melaporkan tidak ada satu pun kebakaran di lingkungan lahan milik PT AMNL di Kalimantan Barat. Yang ada hanya beberapa titik panas yang mungkin terjadi akibat kompos yang terbakar sendiri dan tidak memiliki potensi bahaya.

GAR menjelaskan bahwa menurunnya kebakaran pada tahun 2016 adalah hasil dari program pendekatan kepada masyarakat yang diluncurkan untuk melawan budaya pembakaran lahan. Meskipun harus diakui bahwa ada sedikit keberuntungan dimana pada tahun 2016 tidak ada wabah El Nino.

Setelah kebakaran tersebut, GAR harus mengembalikan laham gambut yang rusak dibawah pengawasan pemerintah yang membentuk satuan tugas Badan Restorasi Gambut (BRG). Satgas ini bertujuan merehabilitasi dua juta herkat lahan gambut negara yang rusak.

Memerangi Pembakaran ,Meningkatkan Kualitas Hidup

Salah satu inti dari strategi GAR melawan pembakaran lahan adalah untuk memperbaiki mata pencaharian penduduk desa yang tinggal di sekitar wilayah konsesi. Logikanya, jika para oenduduk dapat menggunakan dan mengolah lahan dengan baik dan meraih keuntungan, mereka tentu tidak akan membakar lahan tersebut.

GAR, yang pada awalnya menerima banyak kritikan untuk membina relasi dengan masyarakat sekitar ketika membuka lahan penanaman, dalam beberapa tahun terakhir telah berinvestasi dalam bidang infrastruktur, peralatan, dan pelatihan kepada masyarakat kepada penduduk sekitar untuk mencegah kebakaran lahan.

Pendekatan juga dilakukan oleh perusahaan dengan tidak lagi menggunakan poster tradisional bergambarkan para pemadam kebakaran dengan perlengkapan lengkap yang sedang memadamkan api, namun kini pendekatannya lebih kepada bahaya kebakaran dan asap untuk kesehatan kita. Pendekatan ini bertujuan untuk mengubah kebiasaan masyarakat dan menyadarkan akan bahaya asap kebakaran.

Anak perusahaan GAR, PT SMART Tbk mengadakan program penyuluhan bernama Desa Siaga Api. Penduduk diberikan penyuluhan dan pengetahuan bagaimana membersihkan lahan tanpa harus membakarnya. Selain itu penduduk juga diberikan bibit yang tepat untuk menanam pohon kelapa sawit, bagaimana membuat kompos, dan berbagai cara untuk bercocok tanam.

Kunci kesuksesan program ini adalah memberikan masyarakat kendali akan masa depan ekonomi mereka. Di salah satu desa percontohan bernama Lembah Hijau 2, para penduduk sudah memiliki pemetaan potensi desa mereka, mereka menghitung secara rinci untuk memaksimalkan seluruh potensi yang ada di desa mereka.

Meskipun tidak murah, upaya pencegahan kebakaran yang ekstensif seperti ini dinilailebih efektif daripada mengeluarkan uang banyak untuk mengeluarkan api. Kesadaran dua arah sangat diperlukan untuk mengimbangi kebutuhan bisnis dan kelestarian lingkungan.  (nhr)

Rewritten from: http://www.eco-business.com/news/how-a-palm-oil-company-is-fighting-slash-and-burn-culture/

float-smartpluspro Beli Produk
float-smartpluspro